IKHLAS
Ikhlas menurut bahasa adalah tulus hati, membersihkan hati dan memurnikan niat. Sedangkan menurut istilah berarti mengerjakan amal ibadah dengan niat hanya kepada Allah untuk memperoleh ridha-Nya. Pengertian lain adalah mentauhidkan dan mengkhususkan Allah sebagai tujuan dalam berbuat taat kepada aturan-Nya.
Melalui pemahaman tersebut,
tersimpul bahwa ikhlas merupakan syarat mutlak diterimanya amal. Perhatikannlah
Q.S Al Bayyinah 98 : 5 berikut :
Artinya
: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah
agama yang lurus.”
[1595] Lurus berarti jauh
dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Setiap perbuatan manusia dimulai
dari gerak hati atau niatnya, karena yang ahrus diluruskan pertama kali agar
tercapai derajat mukhlisin adalah titik awal dari gerak atau niat manusia.
Melalui niat yang baik, menjadi
awal perbuatan baik. Begitu pula niat yang ikhlas, akan mengantarkan ke
perbuatan yang ikhlas pula. Bila tingkatan yang terkahir ini mampu dicapai
manusia, maka akan muncul adalah kebersihan hati dan ketulusan jiwa, sehingga
tidak ada satu pekerjaan pun yang dirasakan sebagai beban.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu 'alihi wa sallam telah
bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak
kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal
kalian”.
Abu ‘Utsman berkata : “Ikhlas
ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq
(Allah)”.
Abu Hudzaifah Al Mar’asyi berkata
: “Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan
batin”.
Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh
berkata : “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena
manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari
keduanya”.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin berpendapat, arti ikhlas karena Allah ialah, apabila seseorang
melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai
tempat kemuliaanNya.
Keistimewaan Orang-orang yang
Ikhlas
Orang-orang yang ikhlas merupakan
orang-orang yang bersih dari dosa karena mereka telah berusaha membersihkan
dirinya dengan benar-benar melaksanakan segala perintah Allah denga tulus.
Dalam beraqidah mereka benar-benar mengesakan Allah SWT. dan tidak menyekutukan-Nya
dengan yang lain seperti halnya orang-orang musyrik, yahudi dan nasrani.
Selanjutnya dalam melakukan ibadah dan amal kebajikan lainnya mereka kerjakan
semata-mata karena Allah dan untuk Allah; bukan karena manusia dengan cara
riya’ dan sum’ah, untuk mendapatkan popularitas dan kesenangan hawa nafsu
lainnya. Oleh karena itu wajar kiranya terhadap orang-orang yang ikhlas ini
Allah SWT. menganugrahkan keistimewaan dan kelebihan kepada mereka, baik dalam
kehidupan duniawi dan ukhrawinya.
“Allah akan menolong umat ini
karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat
mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal” (HR. An Nasai no. 3178,
dishahihkan oleh Al Albani)
IKHLAS, RAHASIA PARA KEKASIH
ALLAH
Seorang sahabat dengan wajah yang
serius mengajukan sebuah pertanyaan,
“Ya kekasih Allah, bantulah aku
mengetahui perihal kebodohanku ini. Kiranya engkau dapat menjelaskan kepadaku,
apa yang dimaksud ikhlas itu?”
beliau bersabda,“Berkaitan dengan
ikhlas, aku bertanya kepada Jibril a.s.apakah ikhlas itu?Lalu Jibril
berkata,“Aku bertanya kepada Tuhan yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah ikhlas
itu sebenarnya?“ Allah SWT yang Mahaluas Pengetahuannya menjawab,“Ikhlas adalah
suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang
Kucintai.”
[H.R Al-Qazwini]
Dari
hadits diatas nampaklah bahwa rahasia ikhlas itu diketahui oleh hamba-hamba
Allah yang dicintai-Nya. Untuk mengetahui rahasia ikhlas kita tidak lain harus
menggali hikmah dari kaum arif, salafus shaalih dan para ulama kekasih Allah.
Antara lain Imam Qusyaery dalam kitabnya Risalatul Qusyairiyaah menyebutkan
bahwa ikhlas berarti bermaksud menjadikan Allah sebagi satu-satunya sesembahan.
Keikhlasan berarti menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama
makhluk. Dikatakan juga keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari urusan
individu manusia.
Menjaga Amalan Agar Tetap Ikhlas
Seorang
hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia
bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal
perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui
hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh
amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah
1. Banyak Berdoa
Di
antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak
berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam,
di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَ
“Ya Allah, aku memohon
perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya,
dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.”
[Hadits Shahih riwayat Ahmad]
Nabi kita sering memanjatkan doa
agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh
dari kesyirikan,
2. Menyembunyikan Amal
Kebaikan
Hal lain
yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan
amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan
dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan
lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih
diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk
melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata.
Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda dalam sebuah hadits,
“Tujuh golongan yang akan Allah
naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu
pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki
yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena
Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh
seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata:
sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan
menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di
waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.”
[HR Bukhari Muslim].
3. Memandang Rendah Amal Kebaikan
Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal
perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang
hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di
mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang
menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan
yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal
tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin
Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan
ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya“Bagaimana
hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan
perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat
perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni
dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal
kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun
bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam
neraka.”
4. Takut Akan Tidak
Diterimanya Amal
Allah
SWT. berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan
apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu
bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.”
[QS. Al Mu’minun : 60]
Pada
ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah
mereka yang memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak
diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).
5. Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia
Pujian
dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada
umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika
ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia
karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan
bagi seorang mukmin.”
[HR. Muslim]
Begitu
pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya
tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau
celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut
bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang
yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal
saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka
tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah
diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah
(ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya
dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat
bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila
kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai
saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun
Allah memuji kita ?
5. Menyadari Bahwa Manusia
Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka
Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan
sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang
tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan
berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan
menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti
tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun
dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia
dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam
sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu
untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka
saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya
untuk mereka?
Keikhlasan seorang abrar adalah apabila amal perbuatannya telah bersih dari
riya‘ baik yang jelas maupun tersamar. Sedangkan tujuan amal perbuatannya
selalu hanya pahala yang dijanjikan Allah SWT. Adapun keikhlasan seorang hamba yang
muqarrabin adalah ia merasa bahwa semua amal kebaikannya semata-mata karunia
Allah kepadanya, sebab Allah yang memberi hidayah dan taufik.
Dengan kata lain, amalan seorang
hamba yang abrar dinamakan amalan lillah, yaitu beramal karena Allah. Sedangkan
amalan seorang hamba yang muqarrabin dinamakan amalan billah, yaitu beramal
dengan bantuan karunia Allah. Amal lillah menghasilkan sekedar memperhatikan
hukun dzahir, sedang amal billah menembus ke dalam perasaan kalbu.
Pantaslah seorang ulama ahli hikmah menasihatkan,“Perbaikilah amal perbuatanmu
dengan ikhlas, dan perbaikilah keikhlasanmu itu dengan perasaan bahwa tidak ada
kekuatan sendiri, bahwa semua kejadian itu hanya semata-mata karena bantuan
pertolongan Allah saja.”
Tentulah yang memiliki kekuatan dashyat
adalah keikhlasan seorang hamba yang muqarrabin yang senantiasa mendekatkan
dirinya kepada Allah Azza wa Jalla.
6.Ingin Dicintai, Namun Dibenci
Saudaraku, sesungguhnya seseorang
yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan
pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka
akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang
siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan
amalan-amalannya “ (HR. Muslim)
Akan tetapi, apabila seseorang
melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan
mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam
(hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)
Pada ayat ini Allah menjelaskan
bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang saleh kecintaan
terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang
dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir
Ibnu Katsir).
PERUSAK-PERUSAK KEIKHLASAN
Ada beberapa hal yang bisa
merusak keikhlasan yaitu:
1. Riya', ialah
memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu
orang-orangpun memujinya.
2. Sum'ah, yaitu beramal
dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari popularitas).
3. 'Ujub, masih
termasuk kategori riya' hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membedakan
keduanya dengan mengatakan bahwa: "Riya' masuk didalam bab menyekutukan
Allah denga makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan Allah dengan
diri-sendiri. (Al fatawaa, 10/277)
Komentar
Posting Komentar